Rabu, 04 Januari 2012

MEMBANGUN PERKEBUNAN

Saya sedang membangun perkebunan sawit dan karet yang cukup luas. Namun ada banyak kendala yang harus saya hadapi untuk membangun perkebunan tersebut.
Kondisi baik pokok sawit maupun karet dalam kondisi tidak sehat. Hal ini menyebabkan hasil panen pun tidak maksimal. Sebagai ilustrasinya bisa saya gambarkan bahwa untuk 1 ha sawit bisa menghasilkan sekitar 1-2 ton buah segar. Sedangkan kebun sawit saya hanya menghasilkan 200-300 kg buah segar per ha. Kacau kan…
Memang untuk membenahi kebun tersebut sangatlah mudah. Cukup dilakukan pembersihan, penunasan, pemupukan dan perawatan lainnya. Itu teorinya. Tapi secara praktek sulit karena saya mempunyai kendala financial. Saya harus menyiapkan uang sebesar 100-200 juta untuk perawatan awal. Belum lagi mempersiapkan uang untuk perawatan lanjutan. Sedangkan uang dikantong saya boleh dibilang nol rupiah.
Untuk melakukan pinjaman di bank kemungkinan besar sulit. Karena saya masih ada pinjaman di bank lain yang belum lunas. Sedangkan untuk melakukan pinjaman uang dengan pihak lain (non bank) pun cukup sulit. Siapa yang mau meminjamkan banyak uang ke saya? Sedangkan saya adalah orang yang baru menetap disini. Belum mengenal banyak orang.
Tantangan lain adalah, bahwa untuk melakukan pemupukan tidak bisa dilakukan sembarangan. Pemupukan hanya bisa diaplikasikan setiap awal dan akhir musim hujan. Ini berarti setahun hanya bisa di lakukan dua kali. Awal tahun dan akhir.
Akhirnya selama 8 bulan terakhir ini, saya memutar otak agar bisa membenahi kebun ini. Dan harapan saya diakhir 2011 ini bisa melakukan pemupukan. For info, bahwa awalnya saya sama sekali tidak tahu tentang perkebunan.
Setelah mengerti secara teori, pelan-pelan saya pun melakukan program aksi. Pertama-tama saya focus pada membangun image kebun dan memotivasi pekerjanya. Image kebun saya lakukan dengan membabat rumput-rumput yang sudah tinggi dan melakukan beberapa pembersihan baik di pokok maupun di lahan kebun. Tujuannya agar kebun saya enak dipandang.
Pelan-pelan saya bangun kebun itu agar terlihat cantik sembari mencari cara untuk mendapatkan pupuk apabila musim hujan datang.
Hasil panen saya sangat tidak maksimal. Bahkan hasil panen tersebut kadang tidak bisa menutupi untuk membayar hak karyawan. Namun begitu, saya tetap yakinkan mereka bahwa ini hanyalah sementara, saya hanya menunggu waktu hujan agar bisa memupuk. Dengan begitu hasil panen pun akan naik. Dan bisa meng cover kebutuhan kebun.
Saya berbicara begitu dengan keyakinan yang minim bahwa saya akan mendapatkan pupuk. Karena waktu itu saya sama sekali belum mendapatkan jalan keluar dari mana pupuk akan didapatkan.
Singkat cerita, musim hujan pun datang. Kebun cantik dan rapi, dan yang dibutuhkan tinggal pupuk. Dan untuk mendapatkan pupuk butuh uang !!!!
Saya tetap berusaha dan berdoa agar bisa memberi makan pohon-pohon sawit dan karet saya. Saya pun membeli pupuk secara eceran. Saya membeli pupuk 1 sak dan saya bawa sendiri dengan menggunakan motor. Setiap saya mempunyai uang lebih, selalu saya sisihkan untuk membeli pupuk walau hanya 1 sak. Prinsip saya, biarlah satu pohon ada yang bagus dari pada tidak sama sekali.
Bahkan orang-orang banyak yang menertawai dan mencibir saya. Bagaimana bisa bagus kebunnya kalau cuma beli pupuk eceran. Sedangkan kebun saya luas. Dibutuhkan sekitar 800 sak untuk memupuk semuanya. Tapi saya cuek. Yang penting jalan terus. Toh saya tidak menyusahkan atau meminta makan dari mereka.
Tuhan memberi saya jalan. Ada orang yang menawarkan sapinya untuk ditempatkan di kebun saya. Awalnya saya ragu, tapi setelah saya pelajari ternyata kotoran sapi sangat membantu menyuburkan kebun saya. Akhirnya saya pun menyetujui untuk membuat kandang disana.
Awalnya orang tersebut membuat satu kandang dengan jumlah 20 ekor sapi. Selang beberapa lama kemudian kandangnya menjadi dua buah, karena ada juga orang lain yang menitipkan sapi nya dikebun saya. Sehingga total ada 53 ekor sapi berkeliaran di kebun. Alhamdulillah setidaknya kebutuhan pupuk saya menjadi lebih ringan.
Tapi tetap saja saya berusaha untuk mecari pupuk. Karena kotoran sapi hanya menutupi sekitar 10 persen dari total kebutuhan pupuk untuk kebun.
Saya berfikir keras untuk mendapatkan pupuk. Saya pupuk sekarang atau harus menunggu tahun depan. Yang berarti kebun saya semakin rusak.
Akhirnya saya pun mencoba adu nasib untuk meminjam dana dengan orang yang sama sekali tidak saya kenal. Alhamdulillah orang itu pun setuju untuk meminjamkan modal setelah saya yakinkan. Padahal kita baru saja kenal.
Namun peminjaman tersebut ada syaratnya. Pertama, pembayaran dicicil dan dilakukan setiap kali saya panen. Kedua, uang tersebut untuk membeli pupuk dan tidak digunakan untuk hal lain. Yang ketiga, saya harus menyiapkan uang 10 juta sebagai biaya administrasinya. Untuk poin no satu dan dua saya tidak ada masalah. Tapi untuk poin ketiga yang agak berat. Kenapa? Karena saya tidak pegang uang. Saldo saya hanya 1 juta.
Saya putar otak lagi untuk mendapatkan 9 jutanya. Dipikiran saya, bagaimana modal 1 juta ini tapi saya bisa menghasilkan miliaran rupiah.
Setelah kasak kusuk, saya pun mendapatkan pinjaman sebesar 9 juta. Bersyukur ada yang meminjamkan walau temponya hanya 1 minggu. Itu pun harus dikembalikan tepat waktu dan harus cash (tidak boleh dicicil). Saya menyanggupi.
10 juta terkumpul. Saya lunasi administrasinya. Dan saya dijanjikan pinjaman tersebut akan cair dalam 2 hari kedepan.
Setelah 2 hari, ternyata pinjaman tersebut belum juga cair. Saya mulai gelisah. Apa lagi, saya melihat gelagat bahwa orang tersebut mulai bimbang untuk men support saya. Mungkin karena saya masih muda dan baru kenal.
Saya mulai gelisah. Karena bukan hanya 9 juta yang terancam tidak bisa dikembalikan. Tapi banyak hal lain yang saya pertaruhkan seandainya uang itu tidak cair (saya tidak bisa menjabarkan kebutuhan apa saja).
Saya pun melakukan manajemen kepepet. Yaitu saat kita kepepet, kita pun akan semakin nekat. Saya tekan dan yakinkan orang itu agar mau mencairkan pinjamannya. Tidak bisa tidak, pokoknya harus cair. Dan pada momen ini iman saya pun benar-benar bertambah. Doa dan ibadah saya lakukan setiap saat (biasalah manusia kalo susah biasanya suka begitu).
Dan Alhamdulillah setelah melalui perjuangan panjang, uangnya pun cair. Tapi ada masalah lain. Uang yang cair tidak sesuai harapan. Tapi tetap saya terima. Toh saya tidak punya pilihan lagi.
Saya putar otak lagi supaya uang ini bisa menutup semua kebutuhan yang diperlukan. Tidak bisa tidak. Harus !!!
Langkah pertama adalah saya mencari toko penjual pupuk besar yang bisa kredit. Setelah dapat, saya pun menemui nya dan berkenalan. Saya katakan dan yakinkan kepada pemiliknya bahwa saya mau order pupuk dalam jumlah besar. Saya akan bayar DP 80 persen dan sisa 20 persennya akan saya cicil. Alhamdulillah dia pun mau. Walau awalnya ragu.
Lalu sisa uangnya saya bayarkan hutang 9 juta, bayar emas untuk investasi dan membayar kebutuhan yang urgen lainnya.
Singkatnya, belum semua kebun saya yang dipupuk. Mungkin baru 60 persennya. Tapi target 2011 saya untuk perkebunan Alhamdulillah tercapai. Dan 2012 sudah disiapkan dan insya Allah lebih baik lagi.

MEMBANGUN PASAR

Saya pernah melakukan kerja sama bisnis untuk membangun pasar. Diatas tanah 2 hektar akan dibangun ruko 24 unit, kios 96 unit dan beberapa kios ditengahnya. Lokasi ada di Sumatera Utara.
Dibelakang tanah 2 hektar tersebut, terhampar tanah seluas 8 hektar yang rencannya dibangun perumahan type 36 m2.
Kalau dilihat lokasi dan keadaan sekitarnya, maka proyek ini mempunyai prospek yang sangat baik. Makanya, saya pun bersedia untuk ambil bagian dalam kerja sama ini.
Bentuk kerja samanya adalah sebagai berikut:

1. Tanah yang 2 hektar (peruntukan pasar) pada dasarnya sudah bebas. Sang pemilik tanah mewakafkan tanah ini untuk dibangun pasar. Tugas developer adalah memberikan ganti rugi kepada orang-orang yang tinggal disitu. Bentuk ganti ruginya ada dua macam; bisa dengan uang dan bisa juga diberikan ruko (dihitung selisihnya).

2. Pemilik tanah diberikan wewenang menjadi kontraktor untuk membangun pasar. Dengan keuntungan 15 persen per unit bangunan yang dibangun.

3. Hamparan tanah 8 hektar yang rencananya dibangun perumahan adalah dikelola oleh pemilik tanah. Karena ada pasar, harga tananya pun naik. Disinilah dia mendapatkan keuntungan dari tanah yang 2 hektar tersebut.

Sewaktu saya diajak kerja sama, kondisi proyek tersebut sekarat. Tidak ada saldo dikas, management mati, banyak tagihan yang tidak tertagih dan tidak adanya dukungan bank untuk kredit kepemilikan.

Tapi nilai positifnya, bahwa keseluruhan ruko sudah dibangun 80 persen dan kios sudah dibangun 20 persen. Selain itu seluruh unit sudah laku terjual. Masalahnya konsumen tidak terdata dengan baik (management yang amburadul).

Saya pun menyanggupi untuk menjalankan proyek tersebut. Saya melihat, walaupun keuntungannya kecil (dibawah 15 persen) tapi saya melihat prospek yang bagus diproyek ini. Apabila saya percepat dan berhemat, maka keuntungan bisa naik menjadi 20 persen.

Jujur saja, saya sama sekali tidak mempunyai modal uang untuk mengerjakan proyek ini. Bagi saya bangunan yang belum akad kredit sudah menjadi modal yang cukup untuk menjalankan proyek.

Saya kontak management lama. Saya katakana bahwa saya adalah penanggung jawab yang baru. Saya yakinkan mereka untuk kembali lagi bekerja dan sama sama berusaha membangun pasar. Mereka setuju. Entah mereka yakin dengan omongan saya atau mungkin juga mereka tidak punya pilihan karena sulitnya mendapatkan pekerjaan.

Management sudah ada. Saya hanya merekrut seorang manager, keuangan, dan marketing. Saya belum butuh kepala proyek karena untuk sekarang ini memang belum butuh. Selain juga untuk penghematan fixed cost.

Keuangan, saya tugaskan mengumpulkan data-data uang muka, tagihan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan uang.
Sedangkan marketing, saya tugaskan untuk merapikan buku kavling dan mengumpulkan berkas-berkas konsumen untuk ke bank.
Manager, bertugas memanage mereka. Sedangkan saya melancarkan perizinan, dan mencari dukungan bank.

Alhamdulillah semuanya lancer sesuai agenda kerja. Hampir setiap hari kita rapat dan saya tekankan untuk terus bergerak mengejar agenda kerja.

Urusan legalitas proyek selesai. Meskipun saya harus membayar lebih. Begitu juga urusan dukungan bank. Setelah saya entertain berkali-kali dan memberikan beberapa kali bonus akhirnya kepala cabangnya pun takluk.

Setelah semua lancar, kita pun beralih ke agenda berikutnya; yaitu wawancara konsumen kepada bank. Tujuannya agar mereka bisa akad kredit. Sengaja saya melakukan proses wawancara di proyek dengan mengundan konsumen sebanyak-banyaknya. Tujuannya agar kepercayaan masyarakat dan konsumen pelan-pelan kembali pulih. Dengan melihat proyek ramai orang pun akan percaya bahwa proyek ini akan berjalan lagi.

Setelah proses wawancara selesai, beberapa hari kemudian akad kredit pun dilakukan. Ini berarti uang pun akan cair. Kas berisi.

Saya melakukan semua ini dalam tempo satu bulan. Saya rasa ini keajaiban. Saya pun bingung kenapa bisa selancar ini. Padahal target saya adalah 6 bulan.

Proyek yang tadinya mati akhirnya bisa berjalan lagi. Kas yang tadinya kering, sekarang sudah basah. Dalam tempo 1 bulan, saya berhasil mencairkan kios sampai ratusan juta rupiah.

Tapi setelah proyek lancar, mulailah timbul masalah. Mulailah muncul pahlawan-pahlawan kesiangan. Mereka merasa berjasa melancarkan proyek. Sang pemilik tanah merasa pahlawan karena bangunannya adalah bangunan dia. Dan karena letak tanahnya yang strategislah makanya pasar bisa ramai.

Lain lagi dengan developer terdahulu. Dia merasa berjasa karena berhasil menjual habis unit-unit dipasar itu.

Intinya, mereka ingin kembali mengelola proyek ini.
Sebenarnya, bisa saja saya pertahankan. Toh di perjanjian awal, saya mengelola pasar ini dan memberikan kompensasi kepada pemilik tanah dan developer sebelumnya. Tapi saya tidak mau. Saya sedang banyak masalah dan sangat membutuhkan uang. Apabila saya berkonfrontasi, berarti saya harus fight mengeluarkan uang, waktu dan tenaga lebih hanya untuk mempertahankan proyek yang keuntungannya sedikit.

Akhirnya, saya ambil keuntungan dan tinggalkan proyek itu.
3 bulan kemudian, proyek itu pun kembali sekarat. Managemen bubar karena tidak kerasan lagi. Selain itu, ternyata ada adajuga developer lain yang merekrut mereka. Mungkin karena dia melihat prestasi orang-orang ini.

Begitupun dengan bank. Mereka mengambil tindakan antisipatif. Karena melihat munculnya penanggung jawab baru di proyek ini. Mereka tentunya bertanya-tanya.
Saya sempat dikontak mereka untuk bekerja sama lagi di pasar tersebut. But I learn my lesson. Gak lah… bisnis adalah kepercayaan. Dan bermitra dengan orang serakah itu tidak memberikan keuntungan apa-apa.