gerakNEWS–Produk pertanian yang menggiurkan para investor, ataupun
petani sendiri di Indonesia, di antaranya adalah sawit. Sepanjang
perjalanan di lintas Sumatera, sudah dipastikan kita akan memandang
hamparan luas yang hampir tidak bertepian, perkebunan sawit. Mengapa
perkebunan sawit cukup luas, dan tumbuh subur di pulau Sumatera, serta
apa keuntungan prestisius dari menanam sawit.
Dalam kesempatan ini, kami mencoba mengetengahkan perjalanan
gerakNEWS dengan petani sawit yang masih muda, dan ia sebagai aktivis
Islam yang idealis dalam berjuang, sehingga kegiatan aktivitasnya
didukung dengan pengembangan bisnis di perkebunan sawit. Hamaydi Raja
Sultan Harahap, itulah sosok kali ini yang gerakNEWS ketengahkan, semoga
memberikan inspirasi bagi kalangan muda, bahwa yang muda itu tidak
mesti harus duduk di kantoran yang bersih dan perlente, tetapi hamparan
perkebunan cukup menjanjikan, dan memberikan daya dorong tersendiri
untuk mengembangkan bisnis di usia muda.
Bisa dijelaskan kenapa berkecimpung diperkebunan sawit?
Perkebunan sawit adalah sektor yang memiliki keuntungan besar. Tentu ini
menjadi pertimbangan saya juga. Estimasi saya untuk tanaman sawit
katakanlah umur 9 tahun bisa menghasilkan sekitar Rp. 1.500.000 –
2.000.000/ ha. Itu perhektar. Bagaimana kalau kita punya ratusan bahkan
ribuan ha.
Selain keuntungan, saya juga ingin memberikan kontribusi kecil kepada
bangsa. Mungkin dunia juga. Dengan adanya perkebunan saya, maka
perekonomian masyarakat bisa semakin berjalan. Setidaknya bisa sedikit
mengurangi pengangguran. Lebih luas lagi hasil minyak sawit tsb diolah
menjadi minyak makan, margarin, sabun, kosmetik, minyak industri,
biodisel dll. Jadi dengan adanya perkebunan saya setidaknya bisa
membantu sedikit saja kelancaran hidup orang banyak. Pertumbuhan ekonomi
makro bisa berjalan.
Apakah sawit anda sudah menghasilkan?
Belum. Sekarang masih tahap perawatan. Belum ada buahnya.
Bisa anda jelaskan bagaimana cara berkebun sawit?
Perkebunan sawit bila dirawat maka akan menghasilkan keuntungan yang
cukup besar. Tapi bila ingin masuk kesektor ini diperlukan modal yang
relative cukup besar juga. Kurang lebih sekitar 4-5 tahun semenjak
penanaman bibit, kita akan terus mengeluarkan biaya.
Kenapa bisa begitu?
Karena tanaman sawit belum menghasilkan buah sebelum berumur 4-5 tahun.
Itupun dengan catatan bila tanamannya dirawat betul. Diberi pupuk cukup.
Dijauhkan dari tanaman pengganggu dll. Yang dijual itu kan buahnya.
Dari buah itulah diolah menjadi minyak sawit mentah (CPO). Kalau umur
4-5 tahun, pohon sawit sudah bisa dipanen. Dan itu terus menerus sampai
pohon berumur 25-30 tahun. Setelah itu harus ditumbang. Diganti dengan
bibit baru.
Kenapa?
Pohon sawit diatas 25 tahun sudah kurang produktive. Pohonnya pun sudah terlalu tinggi. Sulit untuk mengambil buahnya.
Bisa anda kasih gambaran berapa modal awal untuk membuka lahan sawit?
Mungkin saya akan memberi gambaran kasarnya. Sebagai bahan pertimbangan.
Saya ambil harga tanah termurah didaerah Tapanuli Selatan. Taruhlah
tanah per hektar Rp. 30.000.000. Untuk 1 ha biasanya ditanam ± 130
pohon. Harga bibit sawit Rp. 12.000/ biji. Berarti 130 x 12.000 = Rp.
1.560.000. Sebelum ditanam bibit, lahan tsb harus dibersihkan. Upahnya
sekitar 1.000.000 – 2.000.000/ ha. Itu untuk upah tenaga kerja. Kalau
diperlukan alat berat tentu biaya akan bertambah lagi. Biaya beli pupuk
20 sak untuk 5 jenis pupuk Rp. 2.505.000. Dan biaya-biaya lainnya.
Menurut saya dibutuhkan modal awal minimal 40-45 juta untuk 1 hektar.
Itu pun hanya gambaran kasar. Tentu bisa berbeda tergantung situasi dan
kondisi didaerah masing-masing.
Besar juga modalnya ya?
Besar kecil itu relative. Tergantung frame kita. Tapi there is a will,
there is a way. Selalu ada aja jalannya. Apalagi prospek sawit untuk
kedepan masih bagus.
Apabila bibit sudah ditanam, apa tindakan selanjutnya?
Hanya perawatan dan pemupukan saja. Pohon sawit dan lahannya harus
dirawat baik-baik. Hindari tanaman-tanaman yang mengganggu, seperti
tanaman kayu, ilalang dll. Kalau rumput manis tidak apa-apa. Justru
bagus untuk mendinginkan tanah. Dan jangan lupa juga untuk melakukan
penunasan. Maksudnya pelepah-pelepah daun harus dirapikan biar pohon
tidak “gondrong”.
Bagaimana dengan pupuk?
Tanaman kelapa sawit membutuhkan ± 17 unsur hara. Ada unsur yang bisa
diambil sendiri seperti oksigen. Ada juga yang harus dibantu dengan
pupuk.
Unsur yang harus dipenuhi dengan pupuk biasanya N,P,K,Mg, dan B. Unsur N
terdapat di Urea, P = TSP, K = MOP, Mg = delomit dan B = borax.
Pupuk-pupuk tersebut adalah pupuk kimia. Kita bisa beli di agen-agen
atau distributor pupuk. Tapi ada juga pupuk organik. Yaitu yang tidak
memakai kimia. Contohnya kotoran dan air kencing hewan ternak, abu
janjangan sawit, abu boiler sawit, janjangan kosong dll.
Dikebun anda menggunakan pupuk apa?
Saya mix dua-duanya. Kimia dan organik.
Kenapa?
Karena kalau kita hanya menggunakan pupuk kimia saja, maka bisa merusak
tanah. Cacing-cacing bisa mati karena pupuk kimia. Makanya saya
menggabungkan keduanya. Biar tidak merusak bumi.
Bagaimana caranya?
Saya membeli abu janjangan lalu saya aplikasikan 5 kg/ pokok, lalu saya
menambahkan 0,5 – 1 kg Urea, MOP, TSP, delomit dan borax. Untuk borax
diaplikasikan hanya 50 – 100 gram saja. Untuk delomit, TSP dan borax
saya aplikasikan setahun 1 kali saja. Sedangkan untuk urea dan MOP 2
kali setahun.
Pemupukan dilakukan diawal dan diakhir musim hujan. Karena disaat itu
curah hujan tidak tinggi jadi pupuk tidak terbawa arus air. Selain itu
dikebun saya juga ada peternakan sapi. Sapi sangat baik untuk tanaman.
Kotoran dan air kencingnya baik untuk sawit. Daun sawit baik untuk pakan
sapi. Sama-sama menguntungkan.
Sebelum mengakhiri, mungkin ada pesan bagi pembaca?
Sekali lagi saya katakan bahwa perkebunan sawit memiliki keuntungan yang
besar. Prospek kedepannya pun masih menjanjikan. Selain itu kita juga
membantu pemerintah menumbuhkan perekonomian bangsa. Sebagai contoh
tahun 2011 jumlah tenaga kerja yang diserap dari pembangunan kebun sawit
± 300 ribu orang. Naik 33 % dari tahun lalu. Ambil bagianlah. Jangan
sampai pihak asing yang menguasai. Kita cuma penonton dan pekerjanya
saja.
Mudah-mudahan juga pemerintah bisa terus memberikan kebijakan-kebijakan
yan pro rakyat. Khususnya petani sawit. Dari permodalan, subsidi pupuk,
edukasi dll. (abu@hmadein)
http://geraknews.com/2012/09/aktivis-entrepreneur-juga/
Selasa, 02 Oktober 2012
Sawit Hanya Untuk Konglomerat
gerakNEWS–Hamaydi Raja Sultan Harahap, sebagai aktivis Gerakan Pemuda
Islam, yang sekarang sedang menangani pemberdayaan ekonomi kerakyatan
di Sumatera Selatan, tepatnya di Tapanuli Selatan, memberikan catatan
perjalanannya yang langsung bersentuhan dengan realitas perkebunan
sawit.
Hamaydi mengatakan kepada gerakNEWS, bahwa “Indonesia adalah penghasil kelapa sawit terbesar didunia.Pada tahun 2011 saja,Indonesia bisa mengekspor minyak sawit mentah (CPO) sebanyak 16,5 juta ton dan dari situlah diolah menjadi minyak masak, minyak industri, biodiesel dll. Kemudian, ia menambahka “Perkebunan kelapa sawit banyak terdapat di Sumatra dan Kalimantan. Apabila kita berkendara maka bisa dilihat sepanjang jalan lintasnya terhampar kebun-kebun sawit beserta aktivitasnya.
Perlu dicatat, wajar saja bila banyak pengusaha-pengusaha besar mengambil sektor ini. Meskipun begitu, sektor ini hanyalah dikuasai oleh pemilik modal. Petani-petani kecil hanya bisa menghisap jempol melihat orang “berpesta” di wilayah mereka. Salah satu contohnya di Tapanuli Selatan. Di sini terdapat ribuan hektar kebun sawit milik perusahaan dan pengusaha pengusaha besar. Disini juga berdiri pabrik-pabrik pengeloaan CPO. Perputaraan uang nya sehari bisa mencapai miliaran rupiah. Tapi yang membuat miris adalah warga lokal hanya menjadi pekerja kebun atau pabrik. Nasib mereka bergantung erusahaan atau pengusaha-pengusaha pendatang. Mereka menjadi pekerja di kampung mereka sendiri.
Kalaupun ada warga lokal yang memiliki kebun, itu pun hanya beberapa orang. Dan luas tanahnya pun tak seberapa.Untuk kondisi sekarang setelah Idul Fitri, Tapanuli Selatan sedang panen raya. Hasil buahnya bisa 2 x lipat dari hasil normal. Apakah semua berpesta? Yang berpesta hanya pemodal besar. Petani kecil justru menjerit. Biar banyak, harga buahnya turun (biasanya diatas 1500/kg sekarang antara 950 – 1100/ kg). Jadi buat apa ada kenaikan buah kalo harganya turun.
Sekarang sudah memasuki masa pemupukan. Harga pupuk terus naik. Belum lagi upah pekerja, pembersihan, panen dll. Memang ada pupuk bersubsidi dari pemerintah, tapi kualitasnya tidak sebaik non subsidi dan stocknya pun jarang. Selain itu, pemerintah hanya memberikan subsidi kepada 2 jenis pupuk saja urea (ZA) dan SP36. Padahal dibutuhkan minimal 5 jenis pupuk untuk sawit.
Gemerlap kelapa sawit tidak sampai ke rakyat kecil. Walaupun Indonesia salah satu penghasil kelapa sawit terbesar didunia, tapi sektor ini hanya menguntungkan pengusaha besar. Pemerintah harus membuat kebijakan dan edukasi yang pro terhadap petani kecil sehingga mereka tidak menjadi budak ditanah sendiri. Demikianlah, Hamaydi menuturkan tulisan ini kepada gerakNEWS, semoga bermanfaat atas info yang Anda baca, dan Hamaydi akan terus menurunkan berita langsung dari perkebunan sawit, Sumatera Utara. (abu@hmadein)
http://geraknews.com/2012/09/sawit-hanya-untuk-konglomerat/
Hamaydi mengatakan kepada gerakNEWS, bahwa “Indonesia adalah penghasil kelapa sawit terbesar didunia.Pada tahun 2011 saja,Indonesia bisa mengekspor minyak sawit mentah (CPO) sebanyak 16,5 juta ton dan dari situlah diolah menjadi minyak masak, minyak industri, biodiesel dll. Kemudian, ia menambahka “Perkebunan kelapa sawit banyak terdapat di Sumatra dan Kalimantan. Apabila kita berkendara maka bisa dilihat sepanjang jalan lintasnya terhampar kebun-kebun sawit beserta aktivitasnya.
Perlu dicatat, wajar saja bila banyak pengusaha-pengusaha besar mengambil sektor ini. Meskipun begitu, sektor ini hanyalah dikuasai oleh pemilik modal. Petani-petani kecil hanya bisa menghisap jempol melihat orang “berpesta” di wilayah mereka. Salah satu contohnya di Tapanuli Selatan. Di sini terdapat ribuan hektar kebun sawit milik perusahaan dan pengusaha pengusaha besar. Disini juga berdiri pabrik-pabrik pengeloaan CPO. Perputaraan uang nya sehari bisa mencapai miliaran rupiah. Tapi yang membuat miris adalah warga lokal hanya menjadi pekerja kebun atau pabrik. Nasib mereka bergantung erusahaan atau pengusaha-pengusaha pendatang. Mereka menjadi pekerja di kampung mereka sendiri.
Kalaupun ada warga lokal yang memiliki kebun, itu pun hanya beberapa orang. Dan luas tanahnya pun tak seberapa.Untuk kondisi sekarang setelah Idul Fitri, Tapanuli Selatan sedang panen raya. Hasil buahnya bisa 2 x lipat dari hasil normal. Apakah semua berpesta? Yang berpesta hanya pemodal besar. Petani kecil justru menjerit. Biar banyak, harga buahnya turun (biasanya diatas 1500/kg sekarang antara 950 – 1100/ kg). Jadi buat apa ada kenaikan buah kalo harganya turun.
Sekarang sudah memasuki masa pemupukan. Harga pupuk terus naik. Belum lagi upah pekerja, pembersihan, panen dll. Memang ada pupuk bersubsidi dari pemerintah, tapi kualitasnya tidak sebaik non subsidi dan stocknya pun jarang. Selain itu, pemerintah hanya memberikan subsidi kepada 2 jenis pupuk saja urea (ZA) dan SP36. Padahal dibutuhkan minimal 5 jenis pupuk untuk sawit.
Gemerlap kelapa sawit tidak sampai ke rakyat kecil. Walaupun Indonesia salah satu penghasil kelapa sawit terbesar didunia, tapi sektor ini hanya menguntungkan pengusaha besar. Pemerintah harus membuat kebijakan dan edukasi yang pro terhadap petani kecil sehingga mereka tidak menjadi budak ditanah sendiri. Demikianlah, Hamaydi menuturkan tulisan ini kepada gerakNEWS, semoga bermanfaat atas info yang Anda baca, dan Hamaydi akan terus menurunkan berita langsung dari perkebunan sawit, Sumatera Utara. (abu@hmadein)
http://geraknews.com/2012/09/sawit-hanya-untuk-konglomerat/
Langganan:
Postingan (Atom)